Kota Jambi-KLA.Org-Tidak ada yang abadi di dunia ini, semua akan kembali dan dipanggil oleh Allah SWT. Itulah sepenggal pesan yang tersirat dalam sebuah filim yang berjudul Tak Ada Yang Abadi. Film tersebut berhasil menjadi pemenang dalam lomba cerita pendek yang diselenggarakan di pekan kreatif RRI beberapa hari yang lalu. Bahkan film itu menjadi perwakilan Jambi dan masuk nominasi yang akan diperlombakan di Jakarta bersaing dengan pemenang dari daerah lainnya. (08/08).
Selain kategori film cerita pendek, pihak RRI Jambi juga mengirim pemenang film kategori animasi dari SMKN 2 Kota Jambi. Dedy Purwa, sutradara film Tak Ada Yang Abadimengungkapkan, seluruh proses pembuatan film mulai dari perencanaan, penulisan naskah, hingga pengambilan gambar
dilakukan oleh siswa MAN Model Kelas III. Dia sendiri hanya mengarahkan para siswa agar dapat membuat sebuah film berdurasi pendek.
dilakukan oleh siswa MAN Model Kelas III. Dia sendiri hanya mengarahkan para siswa agar dapat membuat sebuah film berdurasi pendek.
Film tersebut dibuat oleh siswa MAN Model sebagai tugas kahir yang harus dilakukan oleh setiap kelas. Proses pembuatannya cukup lama. Rata-rata sekitar 10 bulan untuk merampungkan garapan filmnya. Karena mereka juga harus bersekolah, sehingga kegiatan shooting adegan per adegan dilakukan di hari minggu. “Prosesnya dari bulan Juli 2009 hingga Februari 2010 setelah kita mengetahui ada lomba film pendek di RRI. Usai itu kami langsung mendaftar,” kata Dedy Purwa.
Film Tak Ada Yang Abadi bercerita tentang persahabatan tiga siswa dalam satu sekolah yaitu, Roy, Romi dan seorang siswi yang memang sengaja tidak diberi nama. Siswi tersebut adalah pacar dari Roy. Mereka selalu berjalan bersama di sekolah sebagai sahabat sejati.
Namun, suatu ketika Roy menaruh curiga pada pacarnya karena sering melihatnya berjalan dengan sahabatnya Romi di sekolah. Padahal sebenarnya hubungan Romi dan pacar Rio hanya sebatas sahabat saja karena mereka berjalan bersamaan untuk menyelesaikan tugas sekolah seperti ke perpustakaan dan kelompok belajar. “Mengapa peran pacar Roy tidak diberi nama, karena kami ingin membuat penonton penasaran,“ ungkap Dedy Purwa yang juga guru bidang study Seni Budaya di MAN Model tersebut.
Setelah kejadian tersebut, hubungan Roy dan Romi tidak seperti biasanya. Akhirnya, Romi pergi ke rumah Roy untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya agar tidak salah paham. Namun, setelah sampai di ruma Roy, dia tersentak kaget karena Ibu Roy mengatakan bahwa Roy kecelakaan dan meninggal dunia. Romi sempat frustasi karena kehilangan sahabatnya dan tidak sempat meminta maaf atas kesalahnnya selama ini.
Setting film tersebut dilakukan di sekolah di MAN Model, kemudian di rumah siswa dan di Danau Sipin. Film tersebut digarap oleh 38 siswa MAN Model dengan peralatan yang sederhana karena lighting mengggunakan lampu biasa. Anggaran yang digunakan adalah iuran setiap siswa sejumlah Rp 50 ribu yang digunakan untuk membiayai keperluan seluruh produksi film tersebut. “Setting ending-nya di Danau Sipin sehingga tampak artistik alam yang dapat menggugah empati penonton,” lanjut Dedy Purwa.
Selain membimbing para siswa membuat film dari proses awal hingga akhir, dia juga mengajarkan manajemen film seperti di Production House (PH).
(Sumber : Tribun Jambi).